- Terbentuknya Jaringan Nusantara
Melalui Perdagangan
Pusat-pusat integrasi Nusantara berlangsung melalui penguasaan
laut. Pusat-pusat integrasi itu selanjutnya ditentukan oleh
keahlian dan kepedulian terhadap laut, sehingga terjadi perkembangan
baru, setidaknya dalam dua hal, yaitu (i) pertumbuhan jalur
perdagangan yang melewati lokasi-lokasi strategis di pinggir pantai, dan
(ii) kemampuan mengendalikan (kontrol) politik dan militer para
penguasa tradisional (raja-raja) dalam menguasai jalur utama dan
pusat-pusat perdagangan di Nusantara. Jadi, prasyarat untuk dapat menguasai
jalur dan pusat perdagangan ditentukan oleh dua hal penting yaitu perhatian atau cara pandang
dan kemampuan menguasai lautan.
Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di Nusantara sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat
itu dan perkembangan
rute perdagangan dalam setiap masa yang berbeda beda. Jika pada masa praaksara hegemoni
budaya dominan datang dari pendukung
budaya Austronesia dari Asia Tenggara Daratan. Pada masa perkembangan Hindhu-Buddha di Nusantara terdapat dua kekuatan peradaban besar, yaitu Cina di utara dan
India di bagian barat
daya. Keduanya merupakan dua kekuatan super power pada masanya dan pengaruhnya amat besar terhadap penduduk di Kepulauan Indonesia. Bagaimanapun, peralihan rute
perdagangan dunia ini
telah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat dan suku bangsa di Nusantara. Mereka secara langsung
terintegrasikan ke dalam jalinan perdagangan dunia pada masa itu. Selat Malaka menjadi penting sebagai pintu gerbang yang
menghubungkan antara
pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India.
Pada masa itu Selat Malaka merupakan jalur penting
dalam pelayaran
dan perdagangan bagi pedagang yang melintasi bandar bandar
penting di sekitar Samudra Indonesia dan Teluk Persia. Selat itu merupakan jalan laut yang menghubungkan Arab dan
India di sebelah barat laut Nusantara, dan dengan Cina di sebelah timur laut Nusantara. Jalur ini merupakan pintu gerbang
pelayaran yang dikenal
dengan nama “jalur sutra”. Penamaan ini digunakan sejak abad ke-1 hingga ke-16 M, dengan komoditas kain sutera
yang dibawa dari
Cina untuk diperdagangkan di wilayah lain. Ramainya rute pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar
penting di sekitar
jalur, antara lain Samudra Pasai, Malaka, dan Kota Cina (Sumatra Utara
sekarang).
Kehidupan penduduk di sepanjang Selat Malaka menjadi lebih sejahtera oleh proses integrasi perdagangan
dunia yang melalui
jalur laut tersebut. Mereka menjadi lebih terbuka secara sosial ekonomi untuk menjalin hubungan niaga dengan
pedagang pedagang asing yang melewati jalur itu. Di samping itu, masyarakat setempat juga semakin terbuka oleh pengaruh-pengaruh
budaya luar.
Kebudayaan India dan Cina ketika itu jelas sangat berpengaruh terhadap masyarakat di sekitar Selat Malaka. Bahkan
sampai saat ini pengaruh
budaya terutama India masih dapat kita jumpai pada masyarakat sekitar Selat Malaka.
Disamping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka
dengan perdagangan
dunia internasional, jaringan perdagangan antarbangsa dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang
pesat selama masa
Hindhu-Buddha. Jaringan dagang dan jaringan budaya antarkepulauan di Indonesia itu terutama terhubungkan oleh jaringan laut Jawa hingga kepulauan Maluku.
Mereka secara tidak
langsung juga terintegrasikan dengan jaringan ekonomi dunia yang berpusat di sekitar selat Malaka, dan sebagian di
pantai barat Sumatra seperti Barus. Komoditas penting yang menjadi barang
perdagangan pada saat itu adalah rempah-rempah, seperti kayu manis, cengkih,
dan pala.
Pertumbuhan jaringan dagang internasional dan
antarpulau telah melahirkan kekuatan politik baru di Nusantara. Peta politik di
Jawa dan Sumatra abad ke-7, seperti ditunjukkan oleh D.G.E. Hall, bersumber
dari catatan pengunjung Cina yang datang ke Sumatra. Dua negara di Sumatra
disebutkan, Mo-lo-yeu (Melayu) di pantai timur, tepatnya di Jambi sekarang di
muara Sungai Batanghari. Agak ke selatan dari itu terdapat Che-li-fo-che,
pengucapan cara Cina untuk kata bahasa sanskerta, Criwijaya. Di Jawa terdapat
tiga kerajaan utama, yaitu di ujung barat Jawa, terdapat Tarumanegara, dengan
rajanya yang terkemuka Purnawarman, di Jawa bagian tengah ada Ho-ling
(Kalingga), dan di Jawa bagian timur ada Singhasari dan Majapahit.
Selama periode Hindhu-Buddha, kekuatan besar Nusantara
yang memiliki kekuatan integrasi secara politik, sejauh ini dihubungkan dengan
kebesaran Kerajaan Sriwijaya, Singhasari, dan Majapahit. Kekuatan integrasi
secara politik di sini maksudnya adalah kemampuan kerajaan-kerajaan tradisional
tersebut dalam menguasai wilayah-wilayah yang luas di Nusantara di bawah
kontrol politik secara longgar dan menempatkan wilayah kekuasaannya itu sebagai
kesatuan-kesatuan politik di bawah pengawasan dari
kerajaan-kerajaan tersebut. Dengan demikian pengintegrasian antarpulau secara lambat laun mulai terbentuk.
Kerajaan utama yang disebutkan di atas berkembang
dalam periode yang berbeda-beda. Kekuasaan mereka mampu mengontrol sejumlah
wilayah Nusantara melalui berbagai bentuk media. Selain dengan kekuatan dagang,
politik, juga kekuatan budayanya, termasuk bahasa. Interelasi antara
aspek-aspek kekuatan tersebut yang membuat mereka berhasil mengintegrasikan
Nusantara dalam pelukan kekuasaannya. Kerajaan-kerajaan tersebut berkembang
menjadi kerajaan besar yang menjadi representasi pusat-pusat kekuasaan yang
kuat dan mengontrol kerajaan-kerajaan yang lebih kecil di Nusantara.
Hubungan pusat dan daerah hanya dapat berlangsung
dalam bentuk hubungan hak dan kewajiban yang saling menguntungkan (mutual
benefit). Keuntungan yang diperoleh dari pusat kekuasaan antara lain, berupa
pengakuan simbolik seperti kesetiaan dan pembayaran upeti berupa barang-barang
yang digunakan untuk kepentingan kerajaan, serta barang-barang yang dapat
diperdagangkan dalam jaringan perdagangan internasional. Sebaliknya
kerajaan-kerajaan kecil memperoleh perlindungan dan rasa aman, sekaligus
kebanggaan atas hubungan tersebut.Jika pusat kekuasaan sudah tidak memiliki
kemampuan dalam mengontrol dan melindungi daerah bawahannya, maka sering
terjadi pembangkangan dan sejak itu kerajaan besar terancam disintegrasi.
Kerajaan- kerajaan kecil lalu melepaskan diri dari ikatan politik dengan kerajaan-kerajaan besar lama dan beralih loyalitasnya dengan kerajaan lain yang memiliki kemampuan mengontrol dan lebih bisa
melindungi kepentingan
mereka. Sejarah Indonesia masa Hindu-Buddha ditandai oleh proses integrasi dan disintegrasi semacam itu. Namun secara keseluruhan proses integrasi yang lambat laun
itu kian mantap dan
kuat, sehingga kian mengukuhkan Nusantara sebagai negeri kepulauan yang dipersatukan oleh kekuatan
politik dan perdagangan.
- Berkembangnya jalur
perdagangan nusantara
Jalur-jalur perdagangan
berkembang pada saat itu di wilayah nusantara akibat adanya faktor kepentingan
ekonomi pada saat itu, terutama kegiatan ekonomi kerajaan-kerajaan yang
bercorak hindu-budha di nusantara. Pada masa perkembangan hindu-budha terdapat
dua kekuatan peradaban besar yaitu:china di utara dan india di bagian barat daya. Kedua
peradaban ini memiliki pengaruh yang amat besar bagi penduduk indonesia. Seperti pada awal tahun 1500-an
wilayah Nusantara sedang mengalami proliferasi kekuasaan, yang mana banyak
bermunculan kota-kota pelabuhan sebagai tempat penumpukan barang dagangan,
termasuk berlangsungnya perdagangan intenasi onal (Emporium). Terjadinya
komunikasi antar bangsa baik dengan barat maupun utara menimbulkan aliran besar
cultural yang membawa ideology, sistem kepercayaan, sistem politik
dan berbagai unsur kebudayaan lainnya seperti sastra, kesenian, filsafat dan
sebagainya.
Pelayaran dan
perdagangan di asia
semakin ramai setelah ditemukan jalan melalui laut antara Romawi dan Cina. Rute
jalur laut yang dilalui dalam jalur dagang Cina dan Romawi telah mendorong
munculnya hubungan dagang pada daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah
Indonesia oleh karena posisi Indonesia yang strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang Cina dengan
Romawi, maka terjadilah hubungan dagang antara kerajaan-kerajaan di Indonesia
dan Cina beserta India.
Pelayaran dan
perdagangan di asia semakin ramai setelah ditemukan jalan melalui laut antara
Romawi dan Cina. Rute jalur laut yang dilalui dalam jalur dagang Cina dan
Romawi telah mendorong munculnya hubungan dagang pada daerah-daerah yang
dilalui, termasuk wilayah Indonesia oleh karena posisi Indonesia yang strategis
di tengah-tengah jalur hubungan dagang Cina dengan Romawi, maka terjadilah
hubungan dagang antara kerajaan-kerajaan di Indonesia dan Cina beserta India.
Pelayaran dan
perdagangan di asia semakin ramai setelah ditemukan jalan melalui laut antara
Romawi dan Cina. Rute jalur laut yang dilalui dalam jalur dagang Cina dan
Romawi telah mendorong munculnya hubungan dagang pada daerah-daerah yang
dilalui, termasuk wilayah Indonesia oleh karena posisi Indonesia yang strategis
di tengah-tengah jalur hubungan dagang Cina dengan Romawi, maka terjadilah
hubungan dagang antara kerajaan-kerajaan di Indonesia dan CiJalur darat melalui
Malaka - daratan China dibawa oleh pedagang dengan kendaraan darat seperti
onta, kuda, dan keledai menuju ke Persia. Dari Persia, barang dagangan dibawa
ke pantai Laut Tengah dan selanjutnya oleh bangsa Eropa dibawa dengan kapal ke
Venesia dan Lisabon di Spanyol. Kedua jalur itu merupakan jalur perjalanan
pedagang dan barang dagangannya yang berasal dari Barat dibawa ke Timur, dan
sebaliknya. Perdagangan melalui jalur itu juga dipengaruhi oleh adanya Angin
Muson Barat Laut dan Angin Muson Tenggara. Pergantian kedua jenis angin
tersebut memakan waktu 6 bulan sekali sehingga mempengaruhi perjalanan kapal
maupun darat.